Ikuti di Facebook
Mega Menu
Trending Now
Postingan lainnya...
Kategori
Abdul Somad
(1)
Amalan
(1)
AudioDakwah
(2)
Baru
(24)
Faedah Surat Al-Quran
(1)
Kandungan surat
(1)
Kisah Sahabat Rasulullah
(3)
Ma’rifatullah
(5)
Motivasi Islam
(1)
Muallaf
(2)
Nasihat
(2)
Quran Surah
(4)
Renungan Islam
(3)
Tafsir Quran
(1)
Zakir Naik
(15)
Terbaru
Lihat semua
© 2015-2021 Newspaper Blogger
Tes Iklan
Tes Iklan
Ads Single Post 4
Popular Post
Cahaya Islam »
Baru
,
Kisah Sahabat Rasulullah
»
Kisah Ath-Thufail ibnul Amr ad-Dausi Radhiyallahu Anhu | Sahabat Rasulullah
Kisah Ath-Thufail ibnul Amr ad-Dausi Radhiyallahu Anhu | Sahabat Rasulullah
Posted by Cahaya Islam on Senin, 15 Agustus 2016 |
Baru,
Kisah Sahabat Rasulullah
“Ya Allah, jadikanlah baginya tanda yang akan membantunya mengerjakan
apa yang ia niatkan”
(Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya)
(Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya)
Ath-Thufail ibnul Amr ad-Dausi
merupakan pemimpin kabilah Daus pada
masa Jahiliah. Ia juga salah seorang yang terpandang di kalangan Arab dan salah
seorang bangsawan yang berwibawa. Api dapurnya selalu mengepul dan jalan selalu
terbuka untuknya. Ia senang memberi makan orang yang lapar, melindungi orang
yang takut, dan memberi upah para pekerja. Di samping itu, ia juga seorang yang
sopan, cerdas, dan pintar, penyair yang halus perasaannya, jelas, dan manis
perkataannya. Seolah-olah kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya seperti
sihir.
Ath-Thufail meninggalkan
kampungnya, Tihamah, menuju Mekah. Ketika itu terjadi pergolakan antara Rasul
yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kaum kafir Quraisy, masing-masing
meninginkan kemenangan dan berusaha mencari pendukung. Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah SWT dan senjatanya adalah iman dan
kebenaran, sedangkan kafir Quraisy berusaha untuk menyebarkan ajaran mereka
dengan pedang dan menghalangi manusia mengikuti Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan segala cara.
Ath-Thufail merasa dirinya
memasuki pertempuran ini tanpa persiapan apa pun dan tanpa ia sengaja. Padahal
ia tidak pergi menuju Mekkah dengan tujuan itu dan tidak pernah terlintas di
pikirannya mengenai pertentangan antara Muhammad dan kafir Quraisy. Akibatnya, pertempuran itu pun
menjadi kenangan yang pernah terlupakan bagi ath-Thufaid bin Amr ad-Dausi.
Marilah kita perhatikan dengan seksama urutan kisah yang insyaallah memberikan
pelajaran kepada kita semua.
Ath-Thufail mengisahkan bahwa
pada suatu hari ia menginjakan kaki di Mekkah. Tidak seorang pemimpin Quraisy
pun mengenalku hingga mereka menemuiku dan menyambut kedatanganku dengan meriah.
Mereka memuliakanku sebagaimana mereka memuliakan para pemimpin mereka. Kemudian
para pemimpin dan pembesar Quraisy berkumpul bersamaku. Mereka berkata, “Ya
Thufail, engkau telah datang ke negeri kami. Ada seorang laki-laki yang
menyatakan dirinya adalah seorang Nabi. Ia telah menyusahkan urusan kami dan
memecah belah kami. Kami amat takut hal ini juga terjadi di kaummu sebagaimana
yang kami alami sekarang. Maka, janganlah engkau pernah berbicara dengannya.
Janganlah engkau dengarkan perkataan. Sesungguhnya, ia memiliki ucapan seperti
sihir yang dapat memisahkan antara seorang anak dan bapaknya. Antara saudara
dan saudarannya yang lain. Antara seorang istri dan suaminya.
Ath-Thufail mengatakan, “Demi
Allah, mereka selalu menceritakan keadaanya yang menakjubkan itu kepadaku,
menakut-nakutiku, kaumku dengan perbuatannya, sehingga aku pun terpengaruhi
untuk tidak mendekatinya, tidak bebicara dengannya, dan tidak mendengarkan
ucapannya sedikitpun. Ketika aku pergi ke masjid untuk tawaf di sekeliling
Ka’bah dan meminta berkat dari berhala-berhala yang selalu kami agung agungkan
dan kami berhaji untuknya, aku menutup telingaku dengan kapas agar tidak
mendengar ucapan Muhammad. Akan tetapi, tatkala aku memasuki masjid, aku merasa
melihat seseorang sedang sholat di sisi Ka’bah dengan sholat yang berbeda
dengan tata cara sholat kami.
Melakukan ibadah yang berbeda
dengan tata cara ibadah kami. Pemandangan itu membuatku senang. Ibadahnya
menakjubkanku dan aku merasa diriku lebih rendah daripadanya. Sedikit demi
sedikit, tanpa kusadari, aku mendekatinya. Dan Allah menjadikan telingaku
mendengar sebagian ucapannya. Aku pun mendengar suatu ucapan yang amat baik.
Aku pun berkata di dalam hatiku, ‘Ibumu telah menghilangkanmu dengan kematian,
ya Thufail. Padahal engkau adalah seorang penyair yang cerdas nan pintar.
Mengapa engkau tidak dapat membedakan mana yang jelek dari yang baik. Apa yang
menghalangimu mendengarkan perkataannya? Jika yang dibawanya itu kebaikan
hendaklah engkau terima, jika jelek hendaklah engkau tinggalkan.’”
Kemudian ath-Thufail tetap berada
di sana hingga Rasulullah pergi ke Baitullah. Ia pun membuntutinya sampai
kerumahnya. Ketikaia masuk rumah, ia pun ikut masuk, lalu berkata, “Ya
Muhammad, kaummu telah menceritakan kepadaku tentangmu semuanya. Demi Allah,
mereka selalu menakut-nakutiku dengan perbuatanmu sehingga aku menutup
telingaku dengan kapas agar tidak mendegar perkataanmu. Tetapi Allah tetap
memperdengarkan ucapanmu ke telingaku. Dan aku mendengar sesuatu yang baik,
maka katakanlah semuanya kepadaku.”
Lalu Muhammad pun mengatakan
semuanya, beliau membacakan surat Al-Ikhlas dan al-Falaq. Demi Allah,
ath-Thufail telah mendengarkan perkataan yang lebih baik daripada perkataannya
dan ia tidak melihat suatu urusan pun yang lebih adil daripada urusannya.
Ketika itu, ia membentangkan
telapak tangan kedapa Muhammad Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
bersaksi bahwa tiada ilah (tuhan) selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, dan ia pun memeluk Islam.
Kemudia ath-Thufail menetap di
Mekkah beberapa saat. Ia belajar darinya ajaran islam dan menghafalkan
ayat-ayat Al-Quran yang mudah baginya. Tatkala ia berniat untuk kembali ke
kaumnya, ia berkata, “Ya Rasulullah, aku
akan kembali kepada mereka dan mengajak mereka untuk memeluk islam. Berdoalah
kepada Allah agar menjadikan bagiku tanda yang akan membantuku mengajak mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun langsung berdoa, “Ya Allah, jadikanlah baginya sebuah tanda
yang akan membantunya mengerjakan apa yang ia niatkan.”
Lalu ath-Thufail mendatangi
kaumnya. Tatkala ia berdiri di hadapan mereka, terpancarlah cahaya di antara
kedua matanya seperti lampu pelita. Ia berkata, “Ya Allah, jadikanlah pelita bukan
pada wajahku, karena aku khawatir kaumku mengira terjadi sesuatu pada wajahku,
karena meninggalkan agama mereka. Maka pindahkanlah pelita itu ke ujung
cambukku, sehingga manusia berlomba-lomba melihat cahaya cambukku seperti lampu
yang tergantung.”
Kemudian ia menemui mereka di
lembah. Tatkala ia turun, bapaknya yang sudah tua menemuinya. Lalu ath-Thufail
berkata, “ Wahai Bapakku, menjauhlah
dariku, aku tidak lagi berada dalam agamamu dan engkau tidak berada di agamaku.”
Lalu ayahnya berkata, “Ada apa wahai anakku tersayang?”
Ath-Thufail menjawab, “Aku telah memeluk islam dan mengikuti agama
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu ayahnya berkata lagi, “Wahai anakku, agamaku adalah agamamu juga.”
Lalu ath-Thufail berkata. “Sekarang pergilah, mandi dan bersihkanlah
pakaianmu, kemudian datanglah kepadaku agar aku ajarkan apa yang aku ketahui.”
Kemudian ayahnya pun pergi,
mandi, dan membersihkan pakaiannya. Tak lama kemudian, ia menemui ath-Thufail
dan ia mengajarkannya tentang Islam dan akhirnya, ayahnya pun memeluk Islam.
Setelah istrinya juga datang
menemuinya, ia berkata, “Wahai istriku,
menjauhlah dariku. Aku tidak ada dakam agamamu dan engkau tidak dalam agamaku.”
Lalu istrinya tersebut
berkata, “Demi Bapak dan Ibumu, ada apa wahai suamiku?”
Ath-Thufail menjawab, “Islam telah memisahkan agama kita. Aku telah
memeluk islam dan mengikuti agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu istrinya berkata. “Agamamu adalah agamaku juga.”
Ath-Thufail berkata, “Jika demikian, sekarang pergilah dan bersihkanlah
dirimu dari air Dzul Syaara.”
Istrinya pun berkata, “Demi Bapak dan Ibumu,apakah engkau takut
dengan Dzul Syaara?”
Lalu ath-Thufail berkata, “Celaka engkau, wahai istriku, dan Dzul
Syaara. Pergilah dan bersihkanlah dirimu di tempat yang jauh dari manusia. Aku
akan melindungimu dari batu berhala itu.”
Kemudian istrinya pun pergi dan
membersihkan dirinya. Kemudian ia datang menemui ath-Thufail kembali dan ia
mengajarkan Islam, sebagaimana ath-Thufai mengajarkannya kepada Ayahhanda-Nya.
Dan akhirnya istrinya pun memeluk Islam.
Setelah itu, ath-Thufail baru
mengajak kaumnya, bani Daus, untuk memeluk Islam. Akan tetapi, mereka amat
lambat menerima ajakannya, kecuali Abu Hurairah. Ia merupakan orang yang paling
cepat menerima ajakannya untuk memeluk Islam.
Setelah itu, ath-Thufail bersama
Abu Hurairah datang menemui Rasulullah di Mekkah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Berkata kepadanya, “Bagaimana
dakwahmu, wahai Thufail?”
Ia menjawab, “Di hati mereka ada penyakit dan kekafiran
yang mendalam. Mereka (bani Daus) telah di kuasai oleh kefasikan dan
kemaksiatan.”
Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Berdiri, berwudhu, kemudian shalat dan berdoa kepada Allah.
Abu Hurairah berkata, “Sungguh, aku belum
pernah melihat amal itu sebelumnya. Aku takut ia mendoakan kejelekan bagi
kaumku hingga mereka semua binasa.”
Ath-Thufail berkata “Jangan Khawatir.”
Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mulai berdoa. “Ya
Allah, berilah hidayah bagi kaum Daus. Ya Allah, berilah hidayah bagi kaum
Daus. Ya Allah, berilah hidayah bagi kaum Daus.”
Kemudian beliau menoleh kepada
Thufail dan berkata, “Kembalilah ke
kaummu. Berlaku sopanlah kepada mereka, lalu ajak mereka kepada Islam.”
Setelah itu, ath-Thufail selalu
berada di bumi Daus dan mengajak kaumnya kepada Islam hingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hijarah ke Madinah, selesai Perang Badar, Uhud,
dan Khandaq. Lalu ath-Thufail menemui Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
setelah mengislamkan delapan puluh rumah dan mengajarkan mereka. Mendengar hal
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sangat senang, sehingga
beliau memberi baginya ghanimah hasil perang Khaibar. Ath-Thufail berkata, “Ya Rasulullah, jadikanlah kami pasukanmu
yang sebelah kanan dalam setiap perangmu, dan namailah kami dengan ‘Mabrur’.”
Setelah itu, ath-Thufail selalu
bersama Nabi hingga terjadinya Fat-hu Mekkah. Ath-Thufail berkata, “Ya Rasulullah, utuslah aku kepada ‘Dzun
Kaffain’ berhala Amr bin Hamamah, agar aku membakarnya.”
Rasulullah pun mengizinkannya. Kemudian
ia berangkat menuju berhala itu bersama pasukan dari kaumnya. Tatkala ia sampai
dan hendak membakarnya, para wanita, anak-anak, dan kaum laki-laki telah
mengelilinginya untuk mencelakakannya. Mereka menunggu seruan bahwa “Dzul Kaffain”
sedang dalam bahaya.
Akan tetapi, ath-Thufail tetap
pergi menuju letak berhala itu. Saat di hadapan para penyembahnya, Ath-Thufail geram
melihat berhala itu dan berkata dengan lantang, “Wahai Dzul Kaffan, aku
bukanlah penyembahmu. Kelahiran kami lebih duluan dari kelahiranmu. Aku akan
membakarmu sekarang.”
Tatkala api telah membakar
berhala itu beserta berhala-berhala lainnya yang ada di bani Daus, akhirnya
kaum itu memeluk Islam dan menjalankan ajarannya.
Selanjutnya, ath-Thufail ibnul
Amr ad-Dausi senantiasa bersama Nabi hingga beliau di panggil Rabb (Allah) ke
sisi-Nya. Ketika ke khalifahan dipengang oleh Abu Bakar, ath-Thufail beserta
keluarganya tunduk dan taat kepada khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tatkala timbul gerakan para murtaddin (mereka yang keluar dari Islam),
ath-Thufail bersama anaknya, Amr, juga ikut serta dalam memerangi Musailamah
al-Kadzab. Ketika dalam perjalannan menuju al-Yamamah, ia bermimpi. Ia berkata
kepada teman-temannya, “Semalam aku bermimpi, ceritakanlah kepadaku ta’birnya?”
Mereka bertanya, “Engkau bermimpi
apa semalam?”
Ath-Tufail berkata, “Aku bermimpi
bahwa kepalaku telah di cukur habis. Lalu keluar seekor burung dari mulutku dan
seorang perempun berusaha memasukkan diriku ke dalam perutnya, tapi anakku Amar
meminta ikut bersamaku tetapi ia tak berdaya.”
Lalu temannya berkata, “Itu
pertanda baik bagimu.”
Kemudian ath-Thufail berkata, “Demi
Allah, aku juga telah menakwilkan mimpi itu, bahwa kepalaku dicukur, itu
berarti kepalaku di penggal. Adapun burung yang keluar dari mulutku adalah
ruhku, sedangkan wanita yang berusaha memasukkanku ke perutnya adalah bumi yang
di gali untuk menguburkanku. Aku ingin sekali terbunuh dalam keadaan syahid. Adapun
anakku yang meminta ikut bersamaku adalah bahwa ia juga ingin mati syahid,
tetapi Insyaallah ia akan menemuinya setelah itu.”
Ketika perang Yamamah berkecamuk,
sahabat mulia ath-Thufail ibnul Amr ad-Dausi akhiirnya syahid terbunuh, sedang
anaknya, Amr tetap berperang hingga ia terluka parah, tangan kanannya putus. Setelah
perang usai, ia kembali ke Madinah meninggalkan ayah dan tangannya.
Pada masa kekhalifahan Umar ibnul
Khaththab, Amr bin Thufail datang menemui Umar dengan membawa makanan. Para sahabat
yang lain duduk di sekelilingnya, kemudian ia mengajak hadirin untuk mencicipi
makanannya. Ia merasa amat senang. Ia berkata kepada Umar al-Faruq, “Ya Amirul
Mu’minin!”
Umar berkata, “Demi Allah,
sungguh aku tidak merasakan enaknya makanan ini sampai engkau mengadukannya
dengan tanganmu yang buntung. Demi Allah, tiada seorang pun dari sebagian kaum
ini yang akan masuk surga kecuali engkau (Umar bermaksud karena tangannya).”
Dan Amr pun selalu mendambakan
syahid semenjak bapaknya syahid. Maka ketika terjadi perang Yarmuk, Amr ikut di
dalam peperangan itu. Ia semangat berperang melawan musuh hingga akhirnya ia
menemui syahid menyusul bapaknya.
Allah telah merahmati ath-Thufail
bin Amr ad-Dausi. Ia merupakan seorang syahid dan bapak syuhada.
SUMBER: Dari buku '65 Manusia langit' karya Dr. Abdurrahman-Ra'fat al-Basya
Top 7 Info Islam
-
Apakah Non-Muslim yang baik akan masuk neraka? Inilah Jawaban Dr Zakir Naik Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. Se...
-
Apakah Non-Muslim Masuk Surga atau Neraka? Dr Zakir Naik Menjawab - Seorang penanya lelaki yang berprofesi sebagai praktisi medis ...
-
Bagaimanakah Nasib Manusia yang Lahir dalam Keluarga Non-Islam (Nonis) Dr Zakir Naik Answer - Ada seorang wanita yang tidak meng...
-
SYIAH MELAKNAT SAHABAT RASULLULAH DR ZAKIR NAIK MEMBELA, PARA SAHABAT RADHIALLAHU ‘ANHU Dr Zakir Naik mengatakan Silahkan laknat ...
-
Dr. Zakir Naik vs Pemuda ateis yang cerdas Konvensi di Dubai, sebuah acara paling bermanfaat yang dapat membuka pintu HIDAYAH kepada ...
-
Dr. Zakir Naik menjelaskan bahwa Al-Quran 100% Firman Tuhan, yang harus diyakini seluruh manusia di dunia Dr. Zakir Naik membuk...
-
Dr. Zakir Naik Menjawab Pertanyaan yang Sulit Dapatkah manusia menghancurkan seluruh dunia ini? Bukan oleh sang pencipta! - Dr. Za...
Tidak ada komentar: